27 July 2024

BALI (SinarHarapan.id) – Dirjen Administrasi Hukum Umum, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Cahyo Rahadian Muzhar, S.H., LL.M. berharap perjanjian ekstradisi se-ASEAN diharapkan dapat dirampungkan tahun ini dan akan menjadi kerangka hukum dan landasan bagi negara-negara ASEAN untuk saling menyerahkan pelaku tindak pidana, terdakwa dan terpidana yang melarikan diri dari satu negara ASEAN ke negara ASEAN lainnya

Pada kesempatan 8th ASLOM WG on AET sebelumnya (ASEAN Headquarters, Jakarta, 26-28 Februari 2024) telah dilakukan third and fourth reading terhadap draf ASEAN Extradition Treaty (AET).

Third Reading atas draf AET dilakukan terhadap Pasal 9 mengenai Additional Information hingga Pasal 26 mengenai Entry Into Force and Denunciation serta meninjau kembali masukan-masukan negara-negara ASEAN pada pertemuan sebelumnya (7th ASLOM WG on AET), yang dilanjutkan dengan fourth reading terhadap Pasal 1 mengenai Obligation to Extradite hingga Pasal 8 mengenai Provisional Arrest.

“Pada kesempatan 9th ASLOM WG on AET kali ini, Indonesia akan memimpin perundingan untuk melanjutkan fourth reading atas draf ASEAN Extradition Treaty, yang akan dimulai dari Pasal 9 mengenai Additional Information,” ujar Cahyo Rahadian Muzhar saat jumpa pers di Jimbaran, Badung, Selasa (30/4).

Sementara itu, Indonesia akan memimpin 2 pertemuan penting ASEAN secara back-to-back yakni, the 3rd Senior Officials’ Meeting of the Central Authorities on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (3rd SOM-MLAT) pada 29 – 30 April 2024 dan the 9th ASLOM Working Group on the ASEAN Extradition Treaty (9th ASLOM WG on AET) yang digelar pada 1 – 3 Mei 2024.

Di bawah kepemimpinan Indonesia, pertemuan berhasil menyepakati Draft Guidelines for Accession of non-ASEAN Member States to the ASEAN MLAT dan instrumen aksesinya.

“Pertemuan juga mendorong negara-negara ASEAN untuk menyetujui model template pengajuan permintaan MLA se-ASEAN,” ujar Cahyo Rahadian Muzhar.

Pentingnya guidelines dan instrument of accession akan membuka peluang negara-negara non – AMS untuk menjadi negara pihak dalam perjanjian MLA se-ASEAN, mengingat negara di wilayah ASEAN menjadi mitra strategis.

Memberikan kejelasan dan kepastian kepada negara – negara non AMS terkait business process dan timeline proses aksesi ASEAN MLAT, memperluas kerangka kerja sama hukum melalui mekanisme MLA ke negara-negara mitra strategis di luar ASEAN.

Selain itu juga bisa meningkatkan efektifitas pembentukan perjanjian MLA antar negara – negara ASEAN dengan negara mitra strategis di luar ASEAN.

Di sisi lain, pentingnya template permintaan MLA antar negara ASEAN dapat memotong proses administrasi dan persyaratan yang rumit dalam penanganan MLA serta menjembatani kebutuhan informasi-informasi spesifik dalam pemenuhan suatu permintaan MLA.

Selain itu juga bisa mempercepat penanganan permintaan MLA antar negara-negara ASEAN, mengingat semakin banyak permintaan MLA khususnya yang terkait tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana siber yang membutuhkan kecepatan penanganan.

“Kondisi tersebut juga dapat meningkatkan kepercayaan dunia internasional terhadap penanganan MLA negara-negara ASEAN yang sering dikeluhkan lama, penuh birokrasi dan persyaratan yang rumit,” tambahnya.

Selain itu, juga mendorong negara ASEAN untuk memetakan negara-negara prioritas yang diharapkan dapat mempunyai perjanjian bilateral di bidang hukum dengan negara-negara ASEAN. Negara-negara ini dapat didorong untuk mengaksesi ASEAN MLAT alih-alih membuat perjanjian bilateral masing – masing, serta mendorong negara – negara ASEAN untuk menggunakan model template dalam mengajukan permintaan MLA antar negara ASEAN.