8 September 2024

SinarHarapan.id – 

PETISI 100 BENTUK DAGELAN POLITIK DIUJUNG( kepanikan ) KAMPANYE PILPRES.
Suatu Kajian hukum permakzulan dari Oposan yang berbaju petisi.

Ditulis Oleh : C Suhadi SH MH
Koord : Team Hukum Merah Putih.
Advokat PBB
Rumah Juang Jokowi
JW M
Team Hukum JPKP

Baru baru ini telah terbentuk petisi 100 yang digawangi Faizal Asegaf, Marwan Batu Bara dan Marsekal/Let Jen ( Purn ) Soeharto, serta masih banyak lagi tokoh yang tergabung di petisi itu dan rata rata orang orang yang selama ini berada digaris Keras Pemerintahan Jokowi ( oposisi ), namun yang menjadi perhatian banyak orang lahirnya petisi 100 beriringan dengan rencana koalisi antara 01 dan 03 dalam Pilpres yang telah diuji coba dalam debat ke 2 Capres, 7 Januari 2024. Kubu Amin kompak dengan Gama menyerang capres 02, padahal tidak ada peraturan KPU main kroyokan, kecuali pemanasan untuk menuju koalisi kedepan.

Seperti termuat dalam liputan media tujuan dari petisi itu berencana akan memakzulkan Presiden Jokowi atau melengserkan Presiden dari tampuk kekuasaan. Adapun tujuan dari pemakzulan seperti tersirat dalam petisi agar dalam pilpres 2024, tidak ada peran Presiden Jokowi yang dianggap tidak netral.

Kalau melihat konstelasi Politik kekiniannya yang sudah terbangun antara 01 dan 03 dikaitkan dengan rencana pemakzulan terdapat benang merah yang kuat antara koalisi dan dengan Pemakzulan itu sendiri. Bahkan dari isue yang berkembangan dari rentetan dua peristiwa besar itu happy end nya adalah menggagalkan Pemilu Presiden/ Wakil Presiden serta Pileg.

Menurut UUD 45 yang telah diamandemen pada pasal 7 A dikatakan.
Presiden dan Wakilnya dapat diberhentikan dari jabatan Presiden dan Wakil Presiden oleh MPR atas usulan DPR apabila :
telah melakukan perbuatan melanggar hukum berupa, penghiatan kepada negara, korupsi, penyuapan, perbuatan pidana lainnya atau perbuatan tercela dan atau dianggap sudah tidak layak sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Dari paparan pasal 7A UUD 45 selama Presiden memerintah tidak pernah melakukan pelanggaran terkait masalah pidana berupa Korupsi, Penyuapan dan atau pelanggaran tidak pidana lainnya yang dapat mengancam Presiden di makzulkan atau diberhentikan. Apalagi menghianati negaranya sebab beliau orang cinta akan tanah airnya. Terbukti selama beliau menjabat semua perhatian hidupnya hanya untuk bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan Pribadinya. Terbukti dibawah kepemimpinan beliau Indonesia sangat diakui di dunia Internasional dalam hal pembangunan, ekonomi dll.

Terkait masalah korupsi dan atau perbuatan pidana lainnya, Presiden selain taat hukum juga tidak tersengar beliau memanfaatkan aji mumpung. Hal ini dapat terlihat dari sikapnya dalam penegakan hukum. Justifu kalau kita mau kilas balik korupsi atau tindak pidana lainnya berada di kementrian yang berada dibawahnya dan beliau tidak segan segan mendorong apart penegak hukum untuk memproses perkaranya sesuai ketentuan yang berlaku. Jadi landasan Permakzulan dari segi hukum dan perbuatan tercela lainnya TIDAK TERBUKTI.

Bahwa apabila kita menyimak aturan baku dari Permakzulan seperti dijelaskan dalam pasal 7B UUD 45 di pasal 1 s/d 6 intinya :
DPR dengan 2/3 suara yang menyetujui mengajukan usulan ke MPR dengan terlebih dahulu mengajukan Permintaan kepada MK. Dan MK dalam waktu 90 hari harus sudah mengambil putusan.
Perlu diketahui selama ini DPR tidak pernah memanggil Presiden terkait pelanggaran yang diatur dalam pasal 7A UUD 45. padahal syarat utamanya terkait permakzulan seperti diatur dalam pasal 7B angka 2, DPR terlebih dahulu harus mendapat temuan adanya pelanggaran hukum yang dilakukan Presiden di rentang masa kerjanya sebagai Fungsi pengawasan.

Dengan merujuk kepada pasal 7B angka 2 UUD 45, usulan permakzulan hanya dapat diusulkan oleh DPR vide pasal 7A UUD 45, itupun dalam masa kerjanya sebagai badan pengawas dan seperti dipaparkan dalam tulisan diatas, selama masa kerja DPR tidak pernah Presiden dan Wakilnya diminta pertanggungan jawab oleh DPR, sehingga sangat tidak logis apabila permintaan itu dari orang orang yang menamakan diri petisi 100 dan permintaan itu melalui Menkopolhukam.

Dan yang menjadi aneh Prof Mahfud bukan mengedukasi para oposan dengan baik sebagai seorang menteri yang menggawangi masalah masalah hukum, malah memberi ruang ( green light ) terkait usulan itu, apqkah ini terkait munculnya koalisi baru 1 dan 3 dan Prof ada disana.
Sebab menurut hukum, kalau dikatakan silahkan, pintu masuk mana yang dapat membuka ruang itu, karena selama ini DPR tidak pernah mempermasalahkan kerja kerja Presiden. Dan kalau tiba tiba dari kedatangan para oposan yang berbaju Petisi 100, wajib di curigai sebagai bentuk perbuatan Makar yang harus diproses menurut hukum yang berlaku.

Buat Prof Mahfud sebaiknya menempatkan diri secara Proporsional, pada saat jadi menteri belaku sebagai Menteri jangan memerankan peran ganda. Demikian juga pada kedudukan sebagai cawapres juga tetap menjaga wajah hukum yang baik. Bedakan mana politik mana penegakan hukum yang Prof gawangi. Ingat Presiden Jokowi adalah orang yang paling respek kepada Prof, termasuk kami relawannya. ***

Ditulis Oleh : C Suhadi SH MH
Koord : Team Hukum Merah Putih.
Advokat PBB Rumah Juang Jokowi
JW M Team Hukum JPKP