BALI (SinarHarapan.id) – Berbeda dengan para desainer lainnya yang mengangkat tema wastra seperti endek Bali serta songket yang dipadukan dengan bahan lainnya di Bali Culture Fashion Runway, desaiern asal Bali Gusti Agung Omar dikenal dengan brand Anggalang by Omar membawa rancangan busana yang berasal dari limbah tekstil. Dalam event kali ini ia menghadirkan busana yang 80 persen berbahan limbah tekstil yang sudah tidak terpakai.
“Kali ini saya tidak pakai wastra melainkan dari kain-kain perca bekas limbah. Selain itu, warna-warna bunga yang ada di Canang Sari saya aplikasikan dengan bahan daur ulang dan kain perca menjadi suatu yang etnik,”jelasnya.
Omar yang juga aktivis wastra nusantara ini sengaja menggunakan daur ulang tekstil sekaligus mengkampanyekan busana ramah lingkungan dan ramah anak sesuai dengan filosofi Trihita Karana. Omar menyebutnya sebagai upcycle fashion mengggunakan limbah tekstil yang jika dibiarkan bakal mencemari lingkungan.
Di sisi lain, keunikan budaya yang terkandung dalam wastra Indonesia dihadirkan dalam Bali Culture Fashion Runway yang digelar di Kuta, Minggu (22/12). Menurut Ketua Panitia Pelaksana dari Nine Production Dina Yusnita Santoso, dalam event apapun pihaknya akan selalu mengangkat budaya Indonesia seperti event kali ini. Antusias peserta menurutnya sangat tinggi, dimana sebanyak 12 desainer hadir dengan karya-karyanya dalam ajang kali ini.
“Para desainer yang ikut kali ini ada dari Sumatera Utara, Jawa Timur di antaranya dari Jember, Malang, Jakarta da nada juga dari Bali. Kami dari Nine Production dalam setiap event selalu mengangkat tema budaya, karena budaya Indonesia itu bagus dan wajib kita pertahankan,” jelas Dina.
Dalam ajang yang baru pertama kali digelar ini, Dina menjelaskan fokus mengangkat rancangan busana bagi anak-anak dan remaja yang saat ini belum banyak ditampilkan ke atas catwalk. Para desainer mengangkat tema wastra dengan mengambil endek sebagai bahan dari rancangan yang diperagakan para model anak dan remaja di ajang ini.
“Masing-masing desainer menampilkan sebuah karya rancangan busana yang dibawakan delapan model dengan tampilan yang berbeda-beda. Jadi ada delapan model yang mengaplikasikan karya-karya mereka,” tambah Dina.
Istimewanya, dalam event kali ini, tambah Dina bertujuan memberi wadah bagi para desainer untuk menghadirkan karya-karya rancangan busananya dengan tema budaya.
“Jadi dalam event kali ini kita mengangkat budaya yang diaplikasikan ke rancangan busana. Terserah desainer menggunakan tema casual atau cocktail mereka tetap menyelipkan budaya dalam rancangannya,” tandas Dina.
Sementara itu salah satu peserta yakni Ari mengangkat uang kepeng yang dipadukan dalam rancangan busana yang dibawa oleh para model. Tujuan dari penggunaan uang kepeng ini, ia ingin mengenalkan kepada anak-anak tentang budaya kita.
“Uang kepeng atau pis bolong yang biasanya digunakan dalam upacara kali ini kita coba tuangkan dalam busana, supaya anak-anak kita mengenal budaya kita,” jelasnya.
Peserta lainnya mengatakan dalam rancangan busananya menggunakan kain endek yang disesuaikan dengan karakter anak-anak. Perpaduan denim dengan kain songket dihadirkan desainer dari Tyas Fashion. Ia ingin menunjukkan kepada masyarakat saat menggunakan denim bisa stylish dipadukan dengan kain songket border. Peserta dari Leon van Java menggunakan kain endek dari Bali yang colour full sesuai dengan ciri khas rancangan busananya yang selalu menggunakan tabrak warna sesuai dengan karakter anak-anak.