SinarHarapan.id – Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, pada Rabu (18/9), mengungkapkan keprihatinannya bahwa komunitas internasional belum cukup bertindak dalam menangani krisis di Jalur Gaza. Dalam pernyataannya kepada wartawan, Guterres menegaskan bahwa PBB sejak awal telah menyerukan penghentian perang di wilayah tersebut, namun respons global masih belum memadai untuk menghentikan kekerasan yang terus berlangsung.
Guterres juga mengungkapkan kekhawatirannya atas keselamatan pekerja kemanusiaan, termasuk staf PBB yang terlibat di Gaza. Ia menegaskan bahwa setiap kematian di antara pekerja kemanusiaan harus menjadi pemicu bagi komunitas internasional untuk melakukan investigasi mendalam dan menuntut pertanggungjawaban pihak-pihak yang bertanggung jawab. Menurutnya, jumlah pekerja kemanusiaan yang tewas di Jalur Gaza jauh melebihi tempat lain di dunia.
Ia menambahkan bahwa pertanggungjawaban atas tindakan di Gaza harus menjadi fokus utama dari upaya internasional. Guterres menilai bahwa krisis di Gaza telah menyebabkan banyak korban jiwa dan dampak yang sangat buruk terhadap warga sipil, terutama perempuan, anak-anak, dan lansia. Tidak hanya di Gaza, ia juga menyoroti konflik di tempat lain seperti Sudan dan Myanmar yang menimbulkan penderitaan serupa bagi masyarakat sipil.
Selain menyerukan penghentian perang, Guterres menegaskan pentingnya gencatan senjata yang dapat menciptakan kondisi bagi Otoritas Palestina untuk mengambil alih kendali atas Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Jerusalem Timur. Hal ini, menurutnya, akan menjadi langkah penting dalam membangun solusi dua negara yang adil dan berkelanjutan antara Palestina dan Israel.
Ketika ditanya apakah dia akan bertemu dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dalam pertemuan Majelis Umum PBB di New York, Guterres menyatakan kesiapannya untuk bertemu dengan semua kepala pemerintahan yang menginginkannya. Namun, ia menekankan bahwa keputusan tersebut sepenuhnya ada di tangan Netanyahu.
Israel terus melancarkan serangan di Jalur Gaza pasca serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, meskipun ada resolusi dari Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera. Menurut otoritas kesehatan setempat, serangan ini telah menewaskan hampir 41.300 orang, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, serta melukai lebih dari 95.500 lainnya.
Blokade yang diberlakukan Israel telah menyebabkan kekurangan parah makanan, air bersih, dan obat-obatan, membuat hampir seluruh penduduk Jalur Gaza mengungsi. Atas tindakan tersebut, Israel menghadapi tuduhan genosida di Mahkamah Internasional. (rht)