NasionalNetwork

KPK Pertimbangkan Tuntutan Hukuman Mati untuk Tersangka Korupsi APD Kemenkes

×

KPK Pertimbangkan Tuntutan Hukuman Mati untuk Tersangka Korupsi APD Kemenkes

Sebarkan artikel ini

SinarHarapan.id –  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mempertimbangkan untuk menuntut hukuman mati bagi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat perlindungan diri (APD) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Hal ini diungkapkan oleh Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta pada hari Jumat.

Asep menjelaskan bahwa dalam konteks ini, dugaan korupsi termasuk dalam kategori bencana, yang bisa dikenakan pasal hukuman mati. “Ini kan kategori bencana ya. Bencana itu diancam dengan hukuman mati. Itu opsional, artinya pasal itu bisa ditetapkan,” jelas Asep. Namun, ia menegaskan bahwa pasal-pasal yang diperlukan untuk mendukung tuntutan tersebut masih dalam proses dilengkapi.

Dugaan korupsi ini berfokus pada pengadaan APD yang dibeli oleh Kemenkes untuk penanganan pandemi COVID-19. Asep menegaskan pentingnya penegakan hukum yang tegas terhadap kasus ini, mengingat dampak besar yang ditimbulkan oleh tindakan korupsi dalam situasi darurat kesehatan. “Kami sudah lama mengingatkan tentang tindakan korupsi dalam pandemi. Sekarang, kami sedang mencari bukti pendukung untuk mengajukan hukuman tersebut dalam persidangan,” ujarnya.

KPK telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus ini, yaitu Budi Sylvana, mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemenkes; Ahmad Taufik, Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM); dan Satrio Wibowo, Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI). Proses hukum ini diharapkan dapat memberikan keadilan dan menghentikan praktik korupsi yang merugikan negara.

Sejarah kasus ini bermula pada 20 Maret 2020 ketika Kemenkes melalui Pusat Krisis Kesehatan melakukan pengadaan 10.000 APD untuk penanganan COVID-19. Transaksi dilakukan dengan PT PPM yang telah menjadi distributor APD selama dua tahun. Namun, pengadaan tersebut diduga tidak sesuai prosedur dan menimbulkan kerugian bagi negara.

Budi Sylvana, yang baru diangkat sebagai PPK pada 28 Maret 2020, terlibat dalam penyetujui pengadaan APD sebanyak lima juta set dengan harga USD 48,4 per set. Proses pengadaan tersebut juga tidak mencantumkan spesifikasi pekerjaan, waktu pelaksanaan, maupun detail pembayaran, yang menimbulkan sejumlah pertanyaan mengenai transparansi dan akuntabilitas.

KPK mencatat bahwa negara diperkirakan merugi hingga Rp319 miliar akibat kasus ini. Dikenal sebagai korupsi yang merugikan masyarakat, terutama dalam konteks pandemi, KPK berkomitmen untuk mengusut tuntas dan memberi efek jera kepada para pelaku.

Sementara itu, KPK juga telah meminta agar para tersangka tidak dapat melakukan perjalanan ke luar negeri selama proses hukum berlangsung. Langkah ini merupakan bagian dari upaya untuk memastikan bahwa mereka tidak melarikan diri dari pertanggungjawaban hukum.

Dengan adanya potensi hukuman mati, kasus ini menarik perhatian publik dan menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Banyak yang berharap agar KPK dapat menegakkan keadilan dan memastikan bahwa semua pelaku korupsi diakui dan dihukum sesuai dengan tindakan yang mereka lakukan. (rht)