SinarHarapan.id – Krisis kesehatan mental di kalangan remaja Indonesia semakin mendesak dan membutuhkan perhatian dari semua pihak. Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, menyatakan bahwa gangguan kesehatan mental telah mengakibatkan banyak remaja kesulitan menjalani aktivitas sehari-hari. Dalam sebuah diskusi daring yang diadakan oleh Forum Diskusi Denpasar, Lestari menekankan pentingnya penanganan masalah ini untuk mempersiapkan generasi unggul di masa depan.
Diskusi tersebut juga menghadirkan beberapa ahli, termasuk Dr. Imran Pambudi dari Kemenkes RI dan Dr. Retno Kumolohadi dari Ikatan Psikolog Klinis Indonesia. Mereka membahas berbagai penyebab gangguan mental yang dihadapi remaja, mulai dari tekanan akademik, masalah keluarga, hingga perundungan. Hasil survei Kesehatan Jiwa Remaja Indonesia yang dilakukan pada 2022 menunjukkan bahwa sekitar 17,95 juta remaja di Indonesia mengalami masalah kesehatan mental, menandakan kebutuhan mendesak untuk kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat.
Lestari, yang juga merupakan legislator dari Dapil II Jawa Tengah, menekankan bahwa langkah-langkah preventif perlu segera diambil untuk menangani gangguan kesehatan mental. Ia mengusulkan promosi gaya hidup sehat dan penyediaan layanan konseling bagi remaja sebagai beberapa upaya konkret yang dapat dilakukan. Kolaborasi di berbagai sektor akan menjadi kunci dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia.
Dr. Imran Pambudi mengungkapkan bahwa upaya kesehatan mental harus dimulai dari pencegahan hingga rehabilitasi. Ia menekankan pentingnya pertolongan pertama yang tepat untuk menangani individu yang mengalami trauma, serta perlunya deteksi dini dalam masyarakat untuk mencegah masalah kesehatan mental semakin memburuk. Menurutnya, pengetahuan tentang pertolongan pertama untuk gangguan kesehatan jiwa harus disebarluaskan agar masalah ini tidak semakin meluas.
Ketua Umum Ikatan Psikolog Klinis Indonesia, Dr. Retno Kumolohadi, mengungkapkan data dari Unicef yang menunjukkan satu dari tiga remaja mengalami gangguan kecemasan. Sayangnya, stigma sosial sering kali menghalangi remaja untuk mencari bantuan profesional. Dr. Retno menjelaskan bahwa banyak faktor mempengaruhi kesehatan mental remaja, termasuk faktor fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. Saat ini, tenaga psikologis klinis telah ditugasi di Puskesmas untuk memberikan pelayanan kesehatan mental kepada remaja di berbagai daerah.
Agus Budianto, Ketua Program Studi Magister Hukum Universitas Pelita Harapan, menyoroti bahwa remaja berada dalam fase transisi yang membuat mereka rentan terhadap pengaruh negatif dari lingkungan sosial. Kejahatan di kalangan remaja sering kali dipicu oleh interaksi sosial yang tidak sehat, dan gangguan mental juga dapat menjadi penyebabnya. Oleh karena itu, pendekatan yang komprehensif dalam penegakan hukum dan penanganan kejahatan yang melibatkan remaja diperlukan untuk mengatasi masalah ini.
Agus Hasan Hidayat dari Remisi Foundation menegaskan bahwa kesehatan mental remaja tidak bisa dipandang hanya dari sudut kesehatan, melainkan juga dari perspektif sosial, hukum, dan hak asasi manusia. Upaya mengatasi masalah ini harus melibatkan banyak pihak untuk merumuskan kebijakan yang menyeluruh. Saur Hutabarat, seorang wartawan senior, menambahkan bahwa tingginya partisipasi dalam diskusi daring menunjukkan bahwa masalah kesehatan mental remaja sangat penting dan harus mendapatkan perhatian serius dari semua pihak.
Saur mengingatkan bahwa kurangnya perhatian terhadap aspirasi remaja bisa memperburuk kesehatan mental mereka. Banyak remaja merasa teralienasi dari dunia yang mereka inginkan, yang dapat memicu gangguan kesehatan mental. Oleh karena itu, mendengarkan dan memahami kebutuhan remaja menjadi kunci untuk menangani masalah kesehatan mental di kalangan mereka secara efektif. (rht)